Tebu merupakan salah satu jenis tanaman yang hanya dapat ditanam di daerah yang memiliki iklim tropis. Di Indonesia, perkebunan tebu menempati luas areal + 232 ribu hektar, yang tersebar di Medan, Lampung, Semarang, Solo, dan Makassar. Dari seluruh perkebunan tebu yang ada di Indonesia, 50% di antaranya adalah perkebunan rakyat, 30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara. Pada tahun 2002 produksi tebu Indonesia mencapai +2 juta ton (Gambar 1).
Tebu-tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi di pabrik gula, ampas tebu dihasilkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses, gula yang termanfaatkan hanya 5%, sisanya berupa tetes tebu (molase) dan air.
Gambar 1. Produksi tebu Indonesia tahun 1996-2002 [2]
Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane bagasse) yang dihasilkan masih terbatas untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board; dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Di samping terbatas, nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian yang ada.
Seperti halnya biomassa pada umumnya, ampas tebu memiliki kandungan polisakarida yang dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural. Selain ampas tebu, bahan baku lain yang dapat digunakan untuk memproduksi Furfural adalah : tongkol jagung, sekam padi, kayu, rami dan sumber lainnya yang mengandung pentosan.
Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya di dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat (Gambar 2). Hingga saat ini seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural dunia. Tabel 1 menunjukkan trend harga Furfural di pasar dunia.
Gambar 2. Data historis permintaan Furfural dan Furfuril Alkohol di dalam negeri
Tabel 1. Trend harga Furfural dan Furfuril Alkohol di beberapa pasar dunia
Pengembangan industri yang memproduksi Furfural dan turunannya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi angka impor dan meningkatkan nilai investasi di Indonesia. Diharapkan pengembangan industri ini dapat memberi nilai tambah bagi hasil-hasil samping pengolahan hasil pertanian yang tersedia dalam jumlah banyak di Indonesia.
dikutip dari :
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/teknologi_tepat_guna/produksi_furfural_dan_turunannya_alternatif_peningkatan_nilai_tambah_ampas_tebu_indonesia/